Definisi, Sejarah, Sifat, fungsi Vitamin A


VITAMIN A

Sejarah Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Sejak 100 tahun SM, para dokter di Cina dan Mesir melakukan penyembuhan dengan mengoleskan hati sapi pada mata yang kemudian mengalami buta senja (dalam bahasa Yunani ‘nuktalo’pia’). Seorang dokter romawi (25 tahun SM) pertama-tama menggunakan istilah xeroftalmia. Penyakit ini pada abad ke-19 banyak terdapat di Eropa dan hingga sekarang di negara berkembang. Penyakit ini merupakan penyakit defisiensi (kurang) gizi pertama yang diteliti oleh Megadine pada tahun 1816 dengan memberikan makanan yang hanya diberi gluten gandum, pati, gula, dan minyak zaitun pada anjing percobaan.


Pada tahun 1918, ditemukan sifat mengatur pertumbuhan yang sama dari makanan yang mengandung pigmen berwarna kuning berasal dari sayuran. Pada tahun 1928 karoten, salah satu pigmen berwarna kuning tumbuh-tumbuhan, di identifikasi sebagai prekursor vitamin A. Istilah vitamin A kemudian digunakan untuk menyatakan semua bentuk vitamin tersebut yang merupakan sumber vitamin A.
Pada tahun 1932 susunan kimia vitamin A diketahui. Pada tahun 1937 vitamin A dapat diisolasi dari minyak hati halibut dalam bentuk kristal, pada tahun 1974 vitamin A dapat di seintesis. Vitamin A sekarang digunakan untuk fortifikasi berbagai macam pangan dan sebagai suplemen. Vitamin A dinamankan retinol karena fungsi spesifiknya dalam retina mata.

Penelitian di Indonesia pada tahun 1976-1984 oleh Sommer dan tarwotjo dkk, menunjukkan bahwa anak-anak di propinsi Aceh dan Jawa Barat yang memiliki xeroftalmia ringan mempunyai resiko lebih tinggi sebesar 2-3 kali untuk menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dan diare, serta 3-6 kali untuk mati. Penelitian di Tanzania dan Afrika Selatan menunjukkan penurunan angka kematian karena campak sebesar 46-80% pada anak-anak penderita campak yang diberi suplementasi 200.000 SI vitamin A selama 2 hari berturut-turut.

Penelitian-penelitan yang dikutip oleh submit (1991), menunjukkan kemungkinan hubungan antara beta-karoten dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung coroner dan kanker. Hal ini berkaitan karena fungsi beta-karotin dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikroorganisme atau proses merusak lainnya.

Struktur Kimia Vitamin A
      Vitamin A terdiri dari 3 biomolekul aktif, yaitu retinol, retinal (retinaldehyde) dan retinoic acid 
RETINAL  D3
                                  
Sifat-sifat Vitamin A
            Tumbuh-tumbuhan tidak mensintesis vitamin A, akan tetapi manusia dan hewan mempunyai enzim di dalam mukosa usus yang sanggup merubah karotenoid provitamin A menjadi vitamin A. Dikenal bentuk-bentuk vitamin A, yaitu bentuk alkohol, dikenal sebagai retinol, bentuk aldehid disebut retinal, dan berbentuk asam, yaitu asam retinoat.
            Retinol dan retinal mudah dirusak oleh oksidasi terutama dalam keadaan panas dan lembab dan bila berhubungan dengan mineral mikro atau dengan lemak/minyak yang tengik. Retinol tidak akan berubah dalam gelap, sehingga bisa disimpan dalam bentuk ampul, di tempat gelap, pada suhu di bawah nol. Retinol juga sukar berubah, jika disimpan dalam tempat tertutup rapat, apalagi disediakan antioksidan yang cocok. Vitamin dalam bentuk ester asetat atau palmitat bersifat lebih stabil dibanding bentuk alkohol maupun aldehid.  
            Secara kimia, penambahan vitamin E dan antioksidan alami dari tanaman bisa melindungi vitamin A dalam bahan makanan. Leguminosa tertentu, terutama kacang kedele dan alfafa, mengandung enzim lipoksigenase yang bisa merusak karoten, xantofil, bahkan  vitamin A, melalui tahapan-tahapan oksidasi dengan asam lemak tidak jenuh. Melalui pemanasan yang sempurna pada kacang kedele dan pengeringan pada alfafa akan merusak enzim tersebut.
            Di dalam praktek, terutama dalam penyimpanan, vitamin A bersifat tidak stabil. Guna menciptakan kestabilannya, maka dapat diambil langkah-langkah, yaitu secara kimia, dengan penambahan antioksidan dan secara mekanis dengan melapisi tetesan-tetesan vitamin A dengan lemak stabil, gelatin atau lilin, sehingga merupakan butiran-butiran kecil. Melalui teknik tersebut, maka sebagian besar vitamin A bisa dilindungi dari kontak langsung dengan oksigen.  
Fungsi Vitamin A
§  Vitamin A membantu sel bereproduksi secara normal, sebuah proses yang disebut diferensiasi. Sel-sel yang tidak berdiferensiasi dengan seharusnya bisa berubah menjadi pra-kanker.
§  Vitamin A diperlukan untuk penglihatan. Vitamin A menjaga kesehatan sel pada berbagai macam struktur mata dan diperlukan untuk transfer cahaya menjadi tanda-tanda syaraf di retina.
§  Vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan normal dan pengembangan embrio dan janin, memengaruhi gen yang menentukan rangkaian perkembangan organ-organ pada perkembangan embrio.
§  Vitamin A diperlukan untuk fungsi reproduksi normal, dengan pengaruh pada fungsi dan pembentukan sperma, indung telur dan plasenta.

Sumber Vitamin A
            Vitamin A banyak terkandung dalam minyak ikan. Vitamin A1 (retinal), terutama banyak terkandung dalam hati ikan laut. Vitamin A2 (retinol) atau 3-dehidro retinol, terutama terkandung dalam hati ikan tawar. Vitamin A yang berasal dari minyak ikan, sebagian besar ada dalam bentuk ester.
Vitamin A juga terkandung dalam bahan pangan, seperti mentega (lemak susu), kuning telur, keju, hati, hijauan dan wortel.  Warna hijau tumbuh-tumbuhan merupakan petunjuk yang baik tingginya kadar karoten. Buah-buahan berwarna merah dan kuning, seperti cabe merah, wortel, pisang, pepaya, banyak mengandung provitamin A, ß-karoten. Untuk makanan, biasanya vitamin A terdapat dalam makanan yang sudah difortifikasi (ditambahkan nilai gizinya).

Metabolisme Vitamin A
Vitamin A dan β-karoten diserap dari usus halus dan sebagian besar disimpan di dalam hati. Bentuk karoten dalam tumbuhan selain  β, adalah α, γ-karoten serta kriptosantin. Setelah dilepaskan dari bahan pangan dalam proses pencernaan, senyawa tersebut diserap oleh usus halus dengan bantuan  asam empedu (pembentukan micelle).
Vitamin A dan karocten diserap oleh usus dari micelle secara difusi pasif, kemudian digabungkan dengan kilomikron dan diserap melalui saluran limfatik, kemudian bergabung dengan saluran darah dan ditransportasikan ke hati. Di hati, vitamin A digabungkan dengan asam palmitat dan disimpan dalam bentuk retinil-palmitat. Bila diperlukan oleh sel-sel tubuh, retinil palmitat diikat oleh protein pengikat retinol (PPR) atau retinol-binding protein (RBP), yang disintesis dalam hati. Selanjutnya ditransfer ke protein lain, yaitu “transthyretin” untuk diangkut ke sel-sel jaringan.
Vitamin A yang tidak digunakan oleh sel-sel tubuh diikat oleh protein pengikat retinol seluler (celluler retinol binding protein), sebagian diangkut ke hati dan bergabung dengan asam empedu, yang selanjutnya diekskresikan ke usus halus, kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui feses. Sebagian lagi diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine dalam bentuk asam retinoat.
Karoten diserap oleh usus seperti halnya vitamin A, sebagian dikonversi menjadi retinol dan metabolismenya seperti di atas. Sebagian kecil karoten disimpan dalam jaringan adiposa dan yang tidak digunakan oleh tubuh diekskresikan bersama asam empedu melalui feses.
Pada diet nabati, di lumen usus, oleh enzim β- karoten 15,15-deoksigenaseβ- karoten tersebut dipecah menjadi retinal (retinaldehid), yang kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehid reduktase.  Pada diet hewani, retinol ester dihidrolisis oleh esterase dari pankreas, selanjutnya diabsorbsi dalam bentuk retinol, sehingga diperlukan garam empedu.
Proses di atas sangat  terkontrol, sehingga tidak dimungkinkan produksi vitamin A dari karoten secara berlebihan. Tidak seluruh karoten dapat dikonversi menjadi vitamin A, sebagian diserap utuh dan masuk ke dalam sirkulasi, hal ini akan digunakan tubuh sebagai antioksidan. Beberapa hal yang menyebabkan karoten gagal dikonversi menjadi vitamin A, antara lain (1) penyerapan tidak sempurna ; (2) konversi tidak 100%, salah satu sebab adalah diantara karoten lolos ke saluran limfe, dan (3) pemecahan yang kurang efisien.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar