A.
Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Ketahanan Pangan
Isu
perubahan iklim (climate change)
dewasa ini telah mengalami transformasi dimensi isu dari yang bersifat global
menjadi isu strategis nasional, karena perubahan iklim memiliki dampak terhadap
ketahanan nasional sebuah negara. Salah satu kekhawatiran terbesar dari
perubahan iklim adalah dampaknya terhadap ketahanan pangan nasional.
Secara
ilmiah, perubahan iklim dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di atmosfer
terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4),
dinitrooksida (N2O) dan klorofluorokarbon (CFC). United States Department of Agriculture (USDA) tahun
2010 menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan konsentrasi gas-gas pencemar
tersebut sebesar 0,50-1,85% pertahunnya. Konsentrasi tinggi dari gas-gas pencemar tersebut akan memerangkap
energi panas matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi di zona atmosfer.
Fenomena tersebut sering disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect) yang diikuti oleh meningkatnya suhu permukaan
bumi yang diistilahkan sebagai pemanasan global (global warming).
Perubahan iklim
akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen (IPCC, 2007), yaitu:
a. Naiknya
suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban
dan dinamika atmosfer, serta berubahnya pola angin,
b. Berubahnya
pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim
(anomaly iklim), yang dapat meningkatkan
resiko kekeringan (el nino) maupun kebanjiran (la nina), dan
c. Naiknya
permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara.
1. Dampak
Peningkatan Suhu Udara
Peningkatan suhu
menyebabkan terjadinya peningkatan transpirasi yang selanjutnya menurunkan
produktivitas tanaman pangan, meningkatkan konsumsi air, mempercepat pematangan
buah/biji, menurunkan mutu hasil dan berkembangnya berbagai hama penyakit
(OPT). Peningkatan temperature rata-rata global melebihi 1,5 – 2,5ºC, mengancam
punahnya 20 – 30% spesies tumbuhan dan hewan. Selain itu, peningkatan
temperature sebesar 3ºC dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian mencapai
lebih dari 20%, yang akan mengancam penyediaan pangan dan air.
Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa peningkatan
suhu udara di atmosfer sebesar 5ºC akan diikuti oleh penurunan
produksi jagung sebesar 40% dan kedelai sebesar 10 – 30%. Sementara itu,
peningkatan suhu 1 – 3ºC dari kondisi saat ini menurunkan hasil padi
sebesar 6,1 – 40,2%. Pengaruh ini juga terlihat pada tanaman kacang-kacangan
yang mengindikasikan kaitan antara penurunan curah hujan sebesar 10 – 40% dari
kondisi normal dengan penurunan produksi sebesar 2,5 – 15% (Tarwaca, 2009).
2. Dampak
Kekeringan yang Diakibatkan Anomaly Iklim
Terjadinya perubahan musim di mana musim kemarau menjadi
lebih panjang dapat menyebabkan kegagalan panen dan
tanaman, penurunan indeks penanaman yang berujung pada penurunan produktivitas
dan produksi pangan, kerusakan sumberdaya lahan pertanian, peningkatan
intensitas gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), serta peningkatan
frekuensi, luas, dan bobot/intensitas kekeringan.
Peningkatan suhu harian dan frekuensi kekeringan, ke depan
akan semakin banyak ditemukan lahan yang menurun tingkat kesesuaiannya bagi
komoditas pertanian disebabkan oleh tingkat kegaraman lahan yang cukup tinggi
(salinitas). Efek salinitas terjadi karena meningkatnya konsentrasi garam di
lahan sebagai akibat dari penurunan kandungan lengas tanah yang ditimbulkan
dari tingginya evaporasi lahan yang dipicu oleh peningkatan temperatur harian.
3. Dampak
Banjir yang Diakibatkan Curah Hujan tinggi
Selain kekeringan, anomali curah hujan juga menghasilkan
efek curah hujan yang ekstrem pada musim penghujan. Fenomena ekstremitas ini
mengakibatkan hamparan lahan pertanian tergenang yang akhirnya merusak
pertanaman. Penurunan hasil tanaman karena pengaruh genangan ditentukan oleh
lama genangan dan fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, adanya curah hujan yang
tinggi meningkatkan frekuensi banjir yang juga berdampak pada terganggunya
akses keterjangkauan pangan untuk daerah yang terkena bencana.
4. Dampak Naiknya Permukaan Air Laut
Selain akan
menciutkan luas lahan pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan
air laut juga akan meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai.
Salinitas pada tanah bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis
dan fisik pada tanaman, kecuali tanaman tumbuhan laut dan pantai atau varietas
adaptif. Salinitas pada padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam
berat, terutama Fe dan AI. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis
dan hamparan pantai yang sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian
akibat peningkatan permukaan air laut menjadi sangat luas.
Kerusakan
sumberdaya lahan pertanian, penurunan indeks penanaman, peningkatan intensitas
gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), kegagalan panen dan tanaman
terutama tanaman pangan dan tanaman semusim lainnya, yang berujung pada
penurunan produktivitas dan produksi pangan, yang berdampak pada ketersediaan
pangan sebagai salah satu komponen dari sistem ketahanan pangan.
Selain itu,
adanya bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim seperti banjir, banjir
bandang berdampak pada sarana dan prasarana yang menyebabkan akses distribusi
pangan terganggu. Terganggunya akses pangan akan berdampak juga pada konsumsi
pangan sebagai satu kesatuan dari sistem ketahanan pangan. Lamanya intensitas
kekeringan, banjir dan bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim lainnya
berdampak pada stabilitas dari ketersediaan pangan, akses pangan dan penyerapan
pangan. Jika salah satu dari komponen ketahan pangan tersebut terganggu atau
tidak terpenuhi maka belum bisa dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik.
B. Keterkaitan Ketahanan Pangan dan
Kesehatan
Ketahanan pangan
yang terdiri dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan pangan, akses pangan
dan penyerapan pangan yang dipengaruhi oleh stabilitas, sangat mempengaruhi
keadaan kesehatan seseorang.
1. Ketersediaan
Pangan (Food Availability)
Ketersediaan
pangan merupakan kecukupan dalam jumlah, mutu, gizi dan dan keamanan untuk
semua orang, baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan
maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan
yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang
aktif dan sehat. Dengan adanya ketersediaan pangan yang baik akan memudahkan
seseorang mendapatkan pangan tersebut untuk kebutuhan konsumsi pangannya.
2. Akses Pangan (Food
Acces)
Akses pangan
terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi sangat tergantung
pada pendapatan dan harga pangan yang berpengaruh pada tingkat daya beli
masyarakat yang berbeda-beda. Jika daya beli masyarakat rendah maka pemenuhan
terhadap asupan pangannya pun menurun. Akses fisik tergantung pada sarana dan
prasarana distribusi pangan yang memungkinkan keterjangkauan akses pangan
setiap daerah. Daerah yang terpencil atau daerah yang terisolir karena adanya
bencana, sangat rendah dalam akses keterjangkauan pangannya sehingga
menyebabkan berkurangnya ketersediaan pangan daerah tersebut. Akses sosial
menyangkut preferensi jenis pangan dan pendidikan yang dipengaruhi oleh
kebiasaan, budaya serta kepercayaan yang memungkinkan adanya perbedaan
pemilihan jenis pangan, cara pengolahan dan penyajian pangan tersebut. Akses
sosial juga dipengaruhi oleh ada tidaknya konflik, perang, dan bencana di suatu
daerah yang dapat mengakibatkan daerah tersebut sulit mendapatkan cadangan pangan.
Kesulitan keterjangkauan akses pangan tersebut akan menurunkan tingkat konsumsi
pangan seseorang, sehingga tidak dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh.
3. Penyerapan
Pangan (Food Utilization)
Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan
pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air
dan kesehatan lingkungan. Penyerapan pangan tergantung pada tingkat konsumsi
pangan, kualitas air, kualitas pengolahan pangan, kualitas sanitasi dan hygiene
serta daya beli terhadap pangan seseorang yang mempengaruhi kecukupan asupan
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
4.
Stabilitas (Stability)
Stabiltas (stability)
merupakan dimensi waktu dari
ketahanan pangan. Apabila adanya ketidak
mampuan masyarakat untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, baik karena
sulitnya akses keterjangkauan pangan, ketersediaan pangan maupun kemiskinan,
maka akan timbul kerawanan pangan yang disebut kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity). Dan apabila
terjadi kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena
masalah kekeringan, banjir, bencana,
maupun konflik sosial disebut kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity).
Pangan
menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang tidak dapat dibentuk didalam tubuh,
yang dikenal dengan zat gizi esensial. Zat gizi menyediakan tenaga bagi tubuh,
mengatur proses dalam tubuh, berperan dalam pertumbuhan serta memperbaiki
jaringan tubuh. Fungsi pangan sebagai sumber energi
banyak diperoleh dari bahan bahan pangan yang mengandung karbohidrat.
Karbohidrat dikonsumsi dalam berbagai bentuk dan sumber. Karbohidrat merupakan
sumber energi utama yang memungkin manusia dapat beraktifitas sehari hari.
Sebanyak 60-70% kebetuhan energi tubuh manusia diperoleh dari karbohidrat,
sisanya berasal dari protein dan lemak. Sumber utama karbohidrat diperoleh dari
beras (hasil olahannya), jagung, ubi, dan lainnya. Sumber energi lainnya adalah
protein , dimana fungsi protein dalam tubuh berguna sebagi sumber pembangun
atau pertumbuhan, pemeliharaan jaringan yang rusak, pengatur serta untuk
mempertahan kan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit tertentu. Sumber
utama protein berasal dari nabati (berasal dari tumbuhan) dan hewani (daging,
susu dan hasil olahannya).
![]() |
Gambar 4.2 Pola
Kesehatan
Kesehatan
dapat dicapai salah satunya dengan mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit
dan status gizi. Penyakit timbul karena adanya penurunan imunitas akibat
kurangnya asupan gizi. Asupan gizi juga mempengaruhi status gizi seseorang.
Jika asupan gizinya tidak seimbang antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah
yang dibutuhkan, maka akan berdampak pada status gizi yang juga mempengaruhi
kondisi suatu penyakit. Asupan gizi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pangan
yang merupakan suatu bagian penting dari keadaan kesehatan seseorang.
Asupan
gizi yang berkurang/tidak seimbang jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh, menyebabkan:
a.
Timbulnya kelaparan yang bahkan dalam keadaan
paling fatal dapat menyebabkan kematian,
b. Meningkatnya
kasus malnutrisi, terutama seperti marasmus
(kekurangan karbohidrat), kwashiorkor
(kekurangan protein), anemia zat besi, kekurangan iodium mengakibatkan
kretinisme pada anak,
c.
Merurunnya kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang
berbagai penyakit, seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernafasan akut),
d.
Terganggunya perkembangan
kecerdasan, dan keterbelakangan mental,
e.
Terhambatnya proses pertumbuhan, dan
f.
Terganggunya
fungsi-fungsi tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar